1. Hubungan Defisiensi Vitamin A dengan
KEP
Kurang vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi masyarakat di
Indonesia. Berdasarkan hasil survey Xeroftalmia pada tahun 1992, sekitar 50%
balita di Indonesia menderita KVA sub klinis, yaitu serum retinol <20 μg/dl.
Kurang vitamin A dapat disebabkan oleh factor penyebab langsung dan tidak
langsung. Salah satu factor penyebab tidak langsung adalah anak yang menderita
kurang energy protein (KEP). Ketika anak mengalami tanda-tanda klinis kurang
energi protein, maka anak tersebut juga akan mengalami tanda-tanda kekurangan
vitamin dan mineral, seperti defisiensi vitamin larut lemak, vitamin larut air,
dan zat besi. Pada Negara yang mengonsumsi nasi di Asia Tenggara, defisiensi
vitamin A adalah endemic dan dihubungkan dengan KEP. Di Indonesia, sekitas ¾
kasus kwashiorkor dilaporkan juga mengalami xerophtalmia. Anak yang mengalami
KVA akibat KEP belum memiliki tanda klinis pada mata, hanya rendahnya serum
retinol dan deplesi vitamin A di hati. Tanda klinis pada mata menunjukkan
defisiensi yang berkepanjangan.
Berdasarkan penelitian Ebele, Emeka, Ignatius, Azubike, & Tola (2010),
anak-anak yang mengalami KEP menunjukkan penurunan yang signifikan (P <0,05)
pada kadar serum vitamin A, indeks massa tubuh (IMT), dan serum albumin
dibandingkan subyek kontrol. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
menyatakan bahwa kadar serum vitamin A, indeks massa tubuh (IMT), dan serum
albumin mengalami penurunan akibat asupan dan penyerapan makanan kaya vitamin A
rendah, simpanan vitamin A di hati tidak mencukupi, dan penggunaan meningkat
saat defisiensi protein yang mengganggu penyerapan, transportasi dan
metabolisme retinol dan menekan konversi karoten menjadi vitamin A. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa penurunan kadar Vitamin A merupakan akibat
dari KEP yang mengganggu sintesis hepatik dan pelepasan retinol binding protein
(RBP) yang diperlukan untuk transportasi vitamin A dari hati. Hal ini
menyebabkan gangguan transportasi retinol sehingga terjadi penurunan kadar
serum retinol yang mengakibatkan gangguan siklus visual. Selain itu, KEP juga
menurunkan kadar serum protein, khususnya albumin sebagai akibat dari rendahnya
asupan protein. Hal ini berhubungan dengan kwasiokor dimana penurunan serum
albumin diikuti oleh edema akut.
Pada anak yang menderita KEP, kadar vitamin A menurun yang merupakan akibat
dari rendahnya asupan makanan yang menurunkan sintesis retinol binding
protein (RBP) di hati. Meskipun anak yang menderita KEP memiliki
cadangan vitamin A yang cukup, namun karena terdapat gangguan pada sintesis RBP
maka kadar retinol serum menurun. Perpindahan RBP dari hati untuk diberikan ke
sel target melalui jalur sekretori tergantung pada pembentukan retinol menjadi
holo-RBP. Pada defisiensi vitamin A, mRNA RBP relative konstan, tetapi protein
RBP terakumulasi dengan hepatosit sebagai apo-RBP, untuk dilepaskan sebagai
holo-RBP untuk pemenuhan vitamin A. Berdasarkan hasil penelitian, pada tikus
yang mengalami defisiensi vitamin A, hanya sebagian kecil retinol ditransfer
pada hepatic stellate cells.
2. Hubungan
Defisiensi zat besi, asam folat dan Vitamin B12 dengan KEP
Anemia terkait malnutrisi disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain : defisiensi zat besi, dan atau penurunan produksi
sel darah merah karena adapsi massa otot tubuh yang mengecil, defisiensi
eritopoietin, defisiensi vitamin (asam folat, B12), atau mineral mikro (Cu,
Zn), infeksi dan penyakit kronis (Saka et al, 2012).
Defisiensi
besi pada anak kebanyakan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang cepat, asupan makanan yang kurang mengandung zat besi,
dan kehilangan darah yang banyak akibat adanya infestasi cacing. Selain itu etiologi defisiensi besi adalah akibat
malabsorbsi, Kurang Energi Protein
(KEP) dan pengeluaran besi yang berlebihan. Pada umumnya defisiensi besi terjadi pada anak yang memang
telah ada dalam keadaan keseimbangan
besi yang minimal sehingga gangguan yang ringan akan dapat menyebabkan
keseimbangan besi yang negatif (Pudjiadi,2005).
Defisit Asam Folat Menyebabkan timbulnya anemia
makrositik, megaloblastik, granulositopenia, trombositopenia.Defisiensi Vitamin
B12 Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor ekstrinsik.Kekurangan
vitamin B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa.Asam folat adalah vitamin yang larut air.Vitamin ini
sangat penting untuk berbagai fungsi tubuh mulai dari sintesis nukleotid ke
remetilasi homoSistein.Vitamin ini terutama penting pada period pembelahan dan
pertumbuhan sel dan B12 sebuah vitamin larut air yang berperan penting dalam
berfungsi normalnya otak dan sistem saraf, serta dalam pembentukan darah.
Vitamin ini merupakan salah satu dari delapan vitamin B. Umumnya, vitamin ini
terlibat dalam metabolisme setiap sel dalam tubuh, terutama pengaruhnya pada
sintesis dan regulasi DNA serta pada sintesis asam lemak dan produksi energi.
Defisiensi salah satu atau keduanya pada waktu yang bersamaan dapat menyebabkan
anemia makrositik megaloblastik dan kegagalan sintesis DNA.Jika seorang ibu
hamil mengalami anemia, ibu hamil tersebut beresiko melahirkan bayi BBLR. Lalu
bayi BBLR akan berisiko menjadi balita menderita KEP.
3.
Hubungan
Defisiensi Vit B2 dengan KEP
Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis) Vitamin
B2/riboflavin berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan.Kekurangan vitamin B2
menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut, glositis,
kelainan kulit dan mata.Vitamin
B2 berperan sebagai salah satu komponen koenzim flavin mononukleotida dan
flavin adenine dinukleotida. Kedua enzim ini berperan dalam regenerasi energi
bagi tubuh melalui proses respirasi. Vitamin B2 memegang peran besar dalam
metabolisme energi di dalam tubuh maka defesiensi vitamin ini akan berpengaruh
pada produksi energi tubuh. Hal ini terjadi karena metabolisme pemecahan
karbohidrat, protein, dan lemak tidak berjalan efisien.Jika metobolisme
karbohidrat, protein dan lemak terberjalan secara tidak efisien maka
karbohidrat, protein, dan lemak tidak dapat diabsorsi dengan sempurna sehinggga
terjadi defesiensi zat gizi makro yang akhirnya terjadi KEP.
Hestyra
Dayu Wahyuningtyas
G42160959
Golongan
B / Gizi Klinik ‘16